Otak Yahudi Yang Cerdas, Tradisi Islam yang Ditinggalkan
http://elbashirohdalwa.blogspot.com/2012/04/otak-yahudi-yang-cerdas-tradisi-islam.html
Bila kita renungkan, golongan manakah yang banyak menghasilkan
penemuan spektakuler dalam bidang teknologi, kedokteran politik, ekonomi, sosial
dan bidang keilmuan lainnya ? Tentu yang muncul di benak kita adalah bangsa
yahudi. Tanpa bermaksud menafikan bangsa lain, memang yahudilah yang dikenal sebagai produsen berbagai penemuan
yang spektakuler. Produk seperti internet, google, yahoo, nokia, blackberry,
facebook, nuklir dan berbagai penemuan revolusioner lainnya, semuanya merupakan
produk yahudi yang sangat bermanfaat dalam kemajuan peradaban dan teknologi
seluruh bangsa di dunia. Bangsa yahudi sejak dahulu dikenal sebagai bangsa
cerdas yang sangat produktif dalam berbagai penemuan yang bermanfaat bagi
manusia.
Pernahkah anda mendengar nama Albert Einstein? Kecerdasan tokoh
fisika yang dikenal dunia ini telah mempengaruhi miliaran manusia di muka bumi sebagai
tokoh pertama yang menemukan teori relativitas yang banyak menyumbang bagi
pengembangan mekanika kuantum, mekanika statistik, dan kosmologi. Lalu siapakah
Einstein? Jawabannya adalah orang yahudi. Dalam dunia modern kita mengenal Mark
Zuckerberg. Penemu dan pendiri situs social networking facebook yang telah merubah
gaya hidup mayoritas penduduk dunia, berhasil membuatnya sebagai manusia terkaya
dalam usia yang relatif muda. Sebelumnya tokoh yang memilih drop out dari
Harvard university ini berhasil menembus sistem keamanan jaringan Harvard yang
dikenal sebagai sarangnya hacker-hacker jenius dunia dan membuat kegaduhan
diantara mahasiswa Harvard sedangkan dia dalam keadaan mabuk.
Selain dari realita yang disebutkan diatas, kecerdasan orang
yahudi juga mendapat justifikasi dari berbagai kitab suci agama di dunia ini
tak terkecuali Al Quran. Dalam Al Qur’an dijelaskan bahwa Allah ta’ala telah
menjadikan bangsa mereka memiliki kelebihan diatas rata-rata manusia.
يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ
اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَنِّي فَضَّلْتُكُمْ عَلَى
الْعَالَمِينَ ( البقرة 47)
“Hai bangsa bani israel, ingatlah akan ni’mat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat"
[Al Baqarah ayat 47]
Sayangnya, kecerdasan orang yahudi yang di atas rata-rata tersebut
seringkali salah disikapi oleh bangsa-bangsa lainnya di dunia. Bagi penganut paham zionisme, yahudi dianggap
sebagai bangsa pilihan tuhan yang diberi kelebihan khusus yang tidak diberikan
kepada bangsa selain yahudi. Oleh karenanya kecerdasan yang mereka miliki
tersebut tidak bisa ditiru. Sementara dalam literatur Islam,
kelebihan-kelebihan yahudi tersebut dianggap sebatas istidroj tanpa ada
unsur rasionalitas di dalamnya. Kelebihan tersebut diberikan kepada mereka
hanya sebatas untuk membuat azab yang mereka terima di hari pembalasan lebih
menyakitkan.
Padahal jika kita telusuri lebih jauh adat-istiadat bangsa yahudi,
dapat kita tarik kesimpulan bahwa kecerdasan bangsa yahudi bukanlah sebuah
mitos atau semata-mata takdir tuhan. Kecerdasan yang mereka miliki tidak tiba-tiba muncul tanpa ada sebab ilmiah.
Sebab, pada dasarnya setiap bangsa dan manusia manapun di dunia ini memiliki
potensi yang sama yang diberikan oleh Allah ta’ala dalam semua sektor tak
terkecuali sisi kecerdasannya. Usaha manusialah yang bisa membedakan nasib,
kecerdasan, dan kemampuan antara satu dengan yang lainnya.
Menurut penelitian Dr. Stephen Carr Leon, seorang yang menjalani housemanship selama
tiga tahun di beberapa rumah sakit di Israel, kecerdasan yang dimiliki oleh
bangsa yahudi telah dibentuk secara turun-temurun bahkan sejak masa sebelum mengandung.
Bangsa yahudi sejak dahulu kala telah memiliki tradisi yang memprioritaskan improvisasi
kecerdasan keturunan mereka. Doktrin rasisme yang telah ditanamkan dalam diri
tiap generasi mengharuskan mereka untuk tidak mengambil keturunan selain dari sesama
yahudi yang memiliki kecerdasan seperti mereka.
Disamping menjaga genetika mereka, bangsa yahudi juga memiliki
tradisi pembinaan otak sejak masa pra-kelahiran. Sejak masa kandungan, para
orangtua yahudi telah terbiasa memberikan pendidikan terhadap janin mereka
dengan aktivitas rutin berupa kebiasaan mendengarkan serta bermain musik dan
mengerjakan soal-soal matematika yang terus berlanjut sampai masa
pasca-kelahiran bahkan sampai sang anak tumbuh dewasa. Disamping itu, mereka
juga sangat menjaga makanan yang masuk ke tubuh mereka. Menu makanan mereka
merupakan menu pilihan yang telah terbukti dapat memacu kecerdasan mereka serta
keturunan mereka.
Bangsa yahudi juga sangat menjaga diri serta keluarga mereka dari
barang-barang yang berpotensi dapat merusak kecerdasan mereka. Barang-barang
seperti minuman keras, nikotin, maupun rokok merupakan hal yang tabu bagi
mereka. Orang yahudi tidak akan segan-segan untuk mengusir siapapun yang nekat
merokok di sekitar rumah mereka. Bangsa yahudi juga memiliki solidaritas yang
tinggi terhadap saudara mereka. Pantang bagi seorang yahudi untuk merokok di
tempat umum. Bahkan apabila seorang yahudi perokok melihat ada seorang wanita
hamil di jalan raya, ia akan segera menghentikan aktivitasnya tersebut meskipun
ia tak mengenalnya. Satu fenomena yang sangan mengesankan di kalangan yahudi,
seorang pecandu rokok akan segera berhenti total ketika mengetahui istrinya
mengandung, hal itu terus berlanjut sampai sang anak berusia 7 tahun. Itupun biasanya
mereka merasa malas untuk menghisap rokok lagi.
Dalam dunia akademis, Bangsa yahudi memiliki kurikilum pendidikan
serta konsep belajar yang sistematis serta selalu dikembangkan sesuai dengan
perkembangan zaman. Pelajar yahudi tidak hanya dituntut untuk menguasai ilmu
pengetahuan secara teoritis, mereka bahkan dituntut untuk memiliki penemuan baru sejak mereka masih
duduk dalam bangku sekolah dasar. Prinsip selalu bertanya dan kritis dalam
belajar, serta tidak pernah menganggap mutlak teori yang ada, memotivasi mereka
untuk selalu melakukan penelitian dan penemuan terbaru yang jauh lebih
sempurna. Segala tradisi dan aktivitas yang dilakukan oleh bangsa yahudi
diprioritaskan untuk menghasilkan generasi yang benar-benar cerdas dan aktif
serta produktif. Orang yahudi akan sangat malu jika memiliki keturunan yang
bodoh atau memiliki kecerdasan rata-rata standar bangsa non-yahudi.
Tradisi Islam Yang Ditinggalkan
Dari paparan diatas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa kecerdasan
yang dimiliki oleh orang-orang yahudi bukan semata-mata takdir dan karunia
tuhan. Lebih dari itu, kecerdasan yang mereka miliki adalah hal yang rasional dan
melalui proses yang dapat dijelaskan secara ilmiah. Bahkan bangsa manapun
selain yahudi memiliki potensi yang sama untuk memiliki kecerdasan seperti yang
mereka miliki. Namun yang mungkin tak terpikirkan oleh kita, ternyata rahasia
kecerdasan orang yahudi tersebut telah diajarkan oleh agama kita bahkan sempat
dipraktekkan oleh kaum muslimin selama beberapa abad!!!
Sejak masa Rasulullah Sallalahu ‘alaihi wa sallam, kaum muslimin
sudah terbiasa hidup dengan teratur bahkan melebihi kaum yahudi. Sejak kurun
awal generasi Islam, tradisi menjaga keturunan serta makanan yang dikonsumsi
merupakan prioritas kaum muslimin. Hanya saja, berbeda dengan tradisi yahudi
yang bersifat rasional dan berdasarkan pada pengalaman empiris, tradisi kaum
muslimin tersebut lebih bersifat metafisik dan didasarkan pada pengejawentahan ajaran Islam. Konsep kafa’ah
misalnya, merupakan ajaran Islam yang mengandung hikmah dalam urgensi menjaga
keturunan, Konsep waro’ dalam mencari rizki merupakan langkah Islam dalam
menuntun ummatnya untuk berhati-hati dalam makanan yang masuk ke tubuh mereka.
Apalagi ajaran Islam yang bersifat dogmatis tersebut, lambat laun mulai
menemukan rasionalitasnya terutama di era modern ini.
Sebagai agama yang ajarannya bersumber langsung dari Allah ta’ala
sang pencipta semesta, tak ada satupun barang yang berbahaya bagi manusia yang
tidak diharomkan dalam agama Islam. Jika kita renungkan, dari sekian banyak
konsumsi yang diharomkan, khomer ternyata mendapat
perhatian lebih. Berbeda dengan babi dan makanan berbahaya lainnya, khomer
memiliki keistimewaan dengan hukuman bagi pelakunya yang ditentukan langsung
oleh syariat berupa had. Hal ini tak lain karena pengaruh khomer yang berdampak
langsung pada kerusakan akal dan kecerdasan manusia. Secara implisit dapat kita
simpulkan, bahwa agama Islam mengajarkan ummatnya untuk memberikan perhatian
lebih dalam menjaga akal dan kecerdasannya.
Ummat Islam juga memiliki tradisi mendidik anak mereka bahkan
sebelum mereka berada di kandungan. Dalam ajaran Islam, seorang ayah memiliki
kewajiban untuk mencarikan ibu yang baik bagi calon anaknya begitu juga
sebaliknya. Dalam masa kehamilan, Jika bangsa yahudi merangsang kecerdasan
janinnya dengan mendengarkan dan bermain musik, orangtua muslim memembacakan
untuk jabang bayi mereka ayat-ayat suci Al Qur’an yang jauh lebih berpengaruh
terhadap kecerdasan janin.
Konsep pendidikan Islam bahkan lebih unggul dari pendidikan yahudi,
jika bangsa yahudi hanya menitikberatkan pendidikan pada kecerdasan intelektual atau intellectual
quotient (IQ), sistem pendidikan Islam memberikan perhatian lebih terhadap
kecerdasan emosional atau emotional quotient(EQ) dan kecerdasan spiritual atau
spiritual quotient (SQ). Implikasinya, generasi kaum muslimin memiliki variasi
kecerdasan yang lebih unggul dari generasi yahudi. Pelajar muslim tidak hanya
memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, tetapi juga memiliki akhlak dan
kepribadian yang sholeh. Imam Syafi’i merupakan satu dari ribuan intelektual
muslim yang tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual yang mengagumkan,
disamping beliau sanggup menghapal langsung hal apapun yang pernah dilihat dan
didengarnya, beliau juga dikenal sebagai sosok yang soleh dan dermawan.
Yang sangat disayangkan, tradisi baik yang bersumber langsung dari
ajaran Islam ini telah lama ditinggalkan oleh kaum muslimin. Seiring dengan
berjalannya waktu, minat dan semangat kaum muslimin dalam mendalami dan
menjalankan sunnah semakin memprihatinkan. Tradisi yang dulunya sempat
melahirkan generasi mujtahidin dan ilmuan dengan tingkat kejeniusan dan
pengetahuan intelektual yang luarbiasa ini, kini hanya tinggal torehan-torehan
emas dalam buku-buku sejarah. Gelar mujtahid yang dulunya berhasil dicapai oleh
banyak intelektual muslim, menjadi sebuah strata yang absurd untuk dicapai
generasi muslim sejak abad ke 4 hijriah.
Bertolak dari pembahasan singkat ini, ummat Islam harus
pandai-pandai membawa diri agar bersikap moderat (tawassuth). Diawali
dengan membuka kesadaran bahwa kecerdasan dan hegemoni bangsa yahudi adalah
sebuah realita, dan hal tersebut harus diterima sebagai tantangan yang harus
dihadapi. Bukan justru melakukan kegiatan kontraproduktif dengan rasa
inferioritas dan menjadikan mereka sebagai kiblat. Akan tetapi dengan kembali
kepada ajaran Allah ta’ala dan sunnah nabinya Muhammad shollalahu ‘alaihi
wasallam. Tentunya dengan konsep yang lebih rasional dan modern, tanpa harus
mengorbankan keimanan kita terhadap syariat tersebut atau hanyut dalam
modernitas yang bertentangan dengan esensi syariat Islam. Dengan tetap
mempertahankan tujuan awwal, yaitu menjalankan syariat Allah ta’ala dan sunnah
nabinya Muhammad shollalahu ‘alaihi wa sallam dengan ikhlas.Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar